APLIKASI (GRATIS - KPK) TEKNOLOGI UNTUK SOLUSI GRATIFIKASI



Berbagai cara dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terkait gratifikasi. Aplikasi melalui Android dan iOS pun menjadi salah satu solusi.

KPK senantiasa melakukan inovasi, baik pada penindakan maupun pencegahan. Termasuk di antaranya, dalam upaya meningkatkan pemahaman publik tentang gratifikasi, baik seluk-beluk maupun pelaporannya. Terobosan baru itu, antara lain berupa aplikasi pada Android dan iOS. 

Dipilihnya aplikasi berbasis teknologi informasi tersebut, tidak lepas dari pesatnya pengguna smartphone di Tanah Air. Riset terbaru bahkan menyatakan, Indonesia menduduki posisi kelima pengguna aktif telepon cerdas itu. Jumlahnya mencapai 47 juta atau sekitar 14 persen dari seluruh total pengguna ponsel di seluruh dunia. Aplikasi tersebut adalah GRATis, yang diluncurkan di Epicentrum, Kuningan, Jakarta, 1 Oktober 2014. GRATis bisa diunduh para pengguna Android maupun iOS tanpa dikenakan biaya. Kependekan dari GRATifikasi: Informasi dan Sosialisasi, GRATIs merupakan aplikasi yang digunakan sebagai media informasi dan sosialisasi tentang gratifikasi. 

Disajikan melalui tampilan animasi yang menarik, GRATis mengajak pengguna untuk menjelajahi taman gratifikasi di dalamnya. Dengan panduan Grato, sebagai ikon aplikasi, para pengguna seakan-akan diajak mengalami langsung sebuah peristiwa gratifikasi dan bagaimana mengambil langkah yang tepat atas peristiwa tersebut.

Itu sebabnya aplikasi juga dilengkapi dengan materi tentang hukum dan batasan gratifikasi. Dalam materi tersebut, Grato mengajak pengguna untuk memahami mengenai dasar hukum gratifkasi, subjek hukum gratifikasi, konsekuensi jika tidak melaporkan, identifikasi gratifikasi, dan kategori gratifikasi.

Tidak hanya itu. Aplikasi tersebut juga menyediakan kumpulan referensi yang dikemas dalam buku pintar dan games seru berkaitan dengan gratifikasi. Dengan demikian, tentu menjadi bahan pembelajaran efektif, baik bagi para pegawai negeri maupun penyelenggara negara untuk menghindari berbagai praktik gratifikasi.

Bahkan lebih luas, aplikasi tersebut sangat bermanfaat bagi pelaku usaha dan masyarakat secara luas untuk mengetahui tentang gratifikasi sehingga tidak tersangkut kasus korupsi.

Guna memberikan pemahaman tentang tata cara pelaporan, aplikasi tersebut juga dilengkapi dengan alur pelaporan gratifikasi dan informasi mengenai cara pengisian formulir pelaporan gratifikasi. Selain itu, juga dilengkapi tentang pentingnya peran serta organisasi mitra bersama KPK dalam proses pengendalian gratifikasi, yakni dengan membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG), sebagai bagian yang terintegrasi dengan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG).

Sebagai pelengkap, aplikasi juga membahas peran serta masyarakat secara aktif. Baik secara perseorangan, organisasi masyarakat, ataupun lembaga swadaya masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, termasuk di dalamnya gratifikasi, suap dan pemerasan.

Adanya aplikasi tersebut, membuat sosialisasi dan pendidikan untuk publik tidak lagi dibatasi oleh seminar dan ruang kelas. Akses internet diolah sedemikian rupa sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi, termasuk mengenai pemberantasan korupsi, khususnya gratifikasi.

PPG MASIH EFEKTIF

Aplikasi GRATIs, bukanlah satu-satunya. Selain itu, untuk mempermudah pelaporan gratifikasi, KPK masih menganggap penting Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) di setiap kementerian/lembaga. Sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang efektif dan efisien, PPG bisa menjadikan pelayanan publik berjalan dengan baik.

Program yang diluncurkan pada 2010 tersebut, juga terbukti efektif dalam meningkatkan kesadaran para penyelenggara negara dan pegawai negeri. Sebab, PPG memberikan berbagai kemudahan dalam pelaporan gratifikasi. Sebelumnya, salah satu penyebab rendahnya tingkat pelaporan, antara lain karena adanya beban psikologis karena harus berhubungan dengan KPK dan adanya kendala jarak.

Dengan adanya PPG, penyelenggara negara dan pegawai negeri tidak perlu bersusah-payah datang dari daerah ke Jakarta. Cukup melaporkan pada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di masing-masing kementerian/ lembaga, kedua kendala itu pun bisa diselesaikan. Itulah sebabnya, pada 2014, KPK melanjutkan penandatanganan komitmen PPG di 133 lembaga. Jumlah ini meningkat hampir 48 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 90 lembaga.

Melalui PPG, sepanjang 2014, KPK berhasil meningkatkan kesadaran penyelenggara negara dan pegawai negeri dalam melaporkan gratifikasi yang mereka terima. Totalnya, KPK menerima 2.223 laporan, atau meningkat hampir 60 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah 1.391 laporan. Ini merupakan rekor tertinggi laporan sepanjang KPK berdiri.

Upaya lain yang dilakukan KPK, adalah dengan memberikan sosialisasi dan imbauan kepada para penyelenggara negara yang menjadi anggota DPR/ DPRD dan mencalonkan diri kembali. Imbauan ini menjadi penting, mengingat ketika pemilihan umum (pemilu) legislatif, banyak calon legislatif (caleg), baik di DPR, DPRD, maupun DPD, yang masih menjabat. DPR, misalnya, sebanyak 90 persen dari 560 anggota dewan kembali maju pada pemilu legislatif 2014.

KPK mengimbau untuk tidak memberikan gratifikasi kepada penyelenggara pemilu. Mulai dari pimpinan atau pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hingga seluruh jajarannya di daerah dan atau pihak lain yang termasuk dalam klualifikasi penyelenggara negara.

Tidak hanya kepada penyelenggara negara. Pada 2014, KPK juga melakukan penyadaran gratifikasi kepada sektor usaha. Melalui Program Anti Uang Pelicin, KPK melibatkkan peran serta masyarakat dan dunia usaha (swasta), agar lebih bertanggung jawab dalam pencegahan korups. Untuk itu pula, KPK menggelar berbagai even besar untuk memperkuat gerakan antigratifikasi dari sisi pemberi (supply side).


Sumber : Laporan Tahunan KPK 2014